2 Jan , 2021
Sejarah Indonesia dibedah oleh Pemateri dari Belanda
Rifqi Fauzan Sholeh
Content Writer & Publisher, sangat menyukai tentang Lifestyle, Teknologi, Bisnis dan Hiburan.
Narasi sejarah pada periode kemerdekaan Indonesia yang sejauh ini diberikan ke angkatan penerus bangsa dalam banyak hal masih tersisa ruangan untuk dibicarakan lebih dalam. Sudut pandang sejarah yang sejauh ini dijumpai semakin banyak memakai pemikiran pemerintahan Indonesia sendiri dalam hubungannya dengan penjajahan bangsa lain di tanah air, seperti Belanda dan Jepang.
Masih sedikit literatur yang ungkap bukti sejarah dari sudut pandang bangsa yang menjajah. Ini menggerakkan Gert Oostindie, seorang penulis berkebangsaan Belanda untuk ungkap sudut pandang Belanda, dari tingkat aktor yang paling bawah atau dalam masalah ini beberapa serdadu yang ditugaskan di Indonesia pada periode saat kemerdekaan pada tahun 1945-1950. Jalinan Indonesia-Belanda saat ini ini telah masuk set baru untuk tidak akan menyaksikan pada periode lalu, tetapi melihat hari esok (tidak akan menyaksikan sejarah gelap). Ini lah yang dipandang salah oleh Oostindie.
Dalam sejarah yang sejauh ini ada, pada periode rakyat Indonesia perjuangkan kemerdekaannya, Belanda dilukiskan selaku bangsa yang paling kejam dalam lakukan penjajahan pada rakyat tanah air. Bukti itu jadikan bangsa Indonesia benar-benar membenci Belanda baik pada periode awalnya kemerdekaan sampai saat ini. Kedengkian berkelanjutan itu juga masih tergambar dari beberapa film mengenai perjuangan kemerdekaan Indonesia yang dibikin pada masa kini.
Baca Juga :
Tetapi, bagaimana Belanda menyaksikan sudut pandang itu? Perang dekolonialisasi di Indonesia berlangsung pada periode waktu 1945-1950 saat Indonesia merdeka. Belanda minimal turunkan seputar 220.000 serdadunya waktu itu. Belanda selanjutnya disebutkan ‘salah' atas tindakan-perbuatannya. Ini lah yang membuat keadaan saat kemerdekaan Indonesia jadi benar-benar menyakitkan untuk Belanda. Terutamanya untuk mereka sebagai saksi dan aktor kejadian itu.
Senin (19/09) lalu, Program Studi Magister Pengetahuan Sosial Kampus Katolik Parahyangan (Unpar) bersama-sama dengan Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volenkunde (KITLV) / Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia mengadakan Studium Generale berbasiskan buku "Serdadu Belanda di Indonesia, 1945-1950: Kesaksian Perang pada Segi Sejarah yang Salah" di Gedung Sekolah Pascasarjana Unpar. Buku yang baru dikeluarkan pada 13 September 2016 lalu di Erasmus Huise Jakarta itu adalah kreasi Prof.Gert Oostindie, Direktur KITLV yang datang selaku pembicara di kesempatan itu. Buku ini awalnya sudah dikeluarkan dengan bahasa Belanda pada Oktober 2015 dengan judul Soldaat in Indonesiƫ.
Ungkap bagian lain dari sejarah peletakan serdadu Belanda di Indonesia di tahun 1945-1949, buku ini memvisualisasikan bagaimana kenyataan yang ditemui oleh serdadu-serdadu Belanda yang ditugaskan di Indonesia pada waktu itu. Data yang ada dalam buku ini didasari pada ego document beberapa serdadu Belanda yang berupa surat, memoar, kesaksian, catatan harian, dan buku masa lalu. Buku ini disudahi dengan simpulan jika kejahatan perang yang dikerjakan oleh Belanda memiliki sifat sistematis dalam realisasinya atau mungkin dengan kata lain perlakuan yang dikerjakan benar-benar seragam dari susunan paling atas sampai yang terendah, walau sudut pandang pada tiap tingkat sesungguhnya bisa berbeda (ada kepecahan).
Sudut pandang serdadu Belanda yang diutarakan dalam buku ini mempunyai ketidaksesuaian dengan bukti sejarah yang sejauh ini ada. Bukti sejarah yang sejauh ini diutarakan memvisualisasikan bagaimana kejamnya bangsa Belanda pada bangsa Indonesia. Walau sebenarnya, sesungguhnya beberapa serdadu Belanda hadapi ‘kekejaman' berbentuk perlawanan dari pejuang Indonesia yang terlanjur tidak suka pada Belanda. Ada pula pengakuan dalam salah satunya sisi jika hadirnya Belanda untuk jaga keteraturan, sesaat sejauh ini Belanda terus dilukiskan selaku perusuh, pemabuk, dan lain-lain.
Kedatangan buku ini diinginkan bisa lengkapi sudut pandang sejarah yang belum tersingkap dan berlainan sebab sejauh ini semakin banyak sudut pandang Indonesia yang dipakai. Buku ini diinginkan bisa menggerakkan penulis Indonesia untuk kembali lagi menyaksikan sejarah dan bukan hanya terdiam pada sudut pandang pemerintahan saja, tetapi dari sudut pandang akar rumput (beberapa aktor di tingkat bawah). Adanya buku ini Profesor Oostindie mengharap bisa dikerjakan kerja sama antar Indonesia-Belanda dalam riset dan pencarian sejarah seterusnya.